Selasa, 09 Februari 2021

ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

 ANCAMAN TERHADAP NEGARA DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

Komptensi Dasar           :     

Sub Bab                       :      

1.      Ancaman Terhadap Integrasi Nasional. 

2.      Ancaman di Bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM.       

3.      Peran Serta Masyarakat Untuk Mengatasi Berbagai Ancaman Dalam Membangun Integrasi Nasional.

                                                                                                 

Bukti kita mencintai tanah air harus dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa dalam diri kita masih ada rasa cinta kepada negara Indonesia. Kecintaan kita kepada bangsa semakin hari semakin besar, karena itu semua merupakan anugerah Tuhan yang amat besar. Setiap warga negara Indonesia harus memiliki jiwa mencintai tanah airnya.

Warga negara yang baik harus mencintai dan menjunjung tinggi negara Indonesia. Hal ini karena mencintai dan menjunjung tinggi negara itu sudah merupakan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. untuk semakin meyakinkan kecintaan kita kepada Indonesia, coba kalian nyanyikan bersama-sama lagu “Tanah Airku” ciptaan Ibu Soed. Nyanyikanlah dengan penuh hikmat dan penghayatan.


Tanah Airku

Tanah airku tidak kulupakan

Kan terkenang selama hidupku

Biarpun saya pergi jauh

Tidak kan hilang dari kalbu

Tanah ku yang kucintai

Engkau kuhargai

Walaupun banyak negri ku jalani

Yang masyhur permai dikata orang

Tetapi kampung dan rumahku

Di sanalah kurasa senang

Tanahku tak kulupakan

Engkau kubanggakan

Apa makna yang terkandung dalam lagu tersebut? Tentu saja kalian akan menyimpulkan bahwa dalam lagu tersebut menegaskan kecintaan kita terhadap tanah air walaupun pergi jauh. Negara Indonesia merupakan  negara yang mempunyai pesona alam yang indah dan unik, yaitu sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Hal itu memberikan kesan tersendiri bagi siapa saja yang datang ke Indonesia. Banyak wisatawan asing yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata dan tempat berlibur.

A. Ancaman terhadap Integrasi Nasional

Apakah di kelas kalian ada peta dunia? Coba kalian amati peta tersebut,  kalian dapat menunjukkan dan melihat posisi negara Indonesia yang berada di tengah-tengah dunia. Kemudian, dilewati garis khatulistiwa, diapit oleh dua benua yaitu Asia dan Australia, serta berada di antara dua samudera yaitu

Samudera Hindia dan Pasifik. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa wilayah Indonesia berada pada posisi silang yang sangat strategis dan ideal.

Posisi silang yang diberikan Tuhan kepada negara Indonesia tidak hanya meliputi aspek kewilayahan saja, melainkan meliputi pula aspek-apek kehidupan sosial, antara lain:

1.      Penduduk Indonesia berada di antara daerah berpenduduk padat di utara dan daerah berpenduduk jarang di selatan.

2.      Ideologi Indonesia terletak antara komunisme di utara dan liberalism di selatan.

3.      Demokrasi Pancasila berada di antara demokrasi rakyat di utara (Asia daratan bagian utara) dan demokrasi liberal di selatan.

4.      Ekonomi Indonesia berada di antara sistem ekonomi sosialis di utara dan sistem ekonomi kapitalis di selatan.

5.      Masyarakat Indonesia berada di antara masyarakat sosialis di utara dan masyarakat individualis di selatan.

6.      Kebudayaan Indonesia berada di antara kebudayaan timur di utara dan kebudayaan barat di selatan

7.      Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia berada di antara sistem pertahanan continental di utara dan sistem pertahanan maritim di barat, selatan dan timur.

 Ancaman bagi integrasi nasional tersebut datang dari luar maupun dari dalam negeri Indonesia sendiri

dalam berbagai dimensi kehidupan. Ancaman tersebut biasanya berupa ancaman militer dan non-militer.

 1. Ancaman di Bidang Militer

Perkembangan persenjataan militer di setiap negara terus ditingkatkan. Bahkan ada negara yang memiliki senjata pemusnah massal yang berbahan kimia dan nuklir. Aktivitas ini merupakan ancaman militer yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisir. Ancaman ini dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Kekuatan senjata ini dapat digunakan untuk melakukan agresi/invasi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, dan ancaman keamanan laut dan udara.

 2. Ancaman Non-Militer

Ancaman non-militer pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor non-militer dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, kepribadian bangsa, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh negatif dari globalisasi. Globalisasi yang menghilangkan sekat atau batas pergaulan antar bangsa secara disadari ataupun tidak telah memberikan dampak negatif yang kemudian menjadi ancaman bagi keutuhan sebuah negara, termasuk Indonesia. Ancaman nonmiliter di antaranya dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya.

Contoh ancaman non-militer seperti pengaruh gaya hidup (lifestyle) kebarat-baratan, sudah tidak mencintai budaya sendiri, tidak menggunakan produk dalam negeri, dan sebagainya.

 Info Kewarganegaraan

  • Dampak Positif Globalisasi
  • Komunikasi yang semakin cepat dan mudah
  • Meningkatnya taraf hidup dari masyarakat
  • Mudahnya mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan.
  • Tingkat pembangun yang semakin tinggi
  • Meningkatnya turisme dan pariwisata
  • Meningkatnya ekonomi menjadi lebih produktif, efektif, dan efisien

\BB. Ancaman di Bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM

Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman non-militer atau nirmiliter memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat seperti ancaman militer, karena ancaman ini berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, informasi serta keselamatan umum. Berikut ini berbagai ancaman bagi bangsa Indonesia dilihat dari berbagai bidang kehidupan.

 1. Ancaman di Bidang Ideologi

 Secara umum Indonesia menolak dengan tegas paham komunis dan zionis. Akibat dari penolakan tersebut, tentu saja pengaruh dari negara-negara komunis dapat dikatakan tidak dirasakan oleh bangsa Indonesia, kalaupun ada pengaruh tersebut sangat kecil ukurannya.

 2. Ancaman di Bidang Politik

Ancaman di bidang politik dapat bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri, ancaman di bidang politik dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk ancaman non-militer berdimensi dapat berupa penggunaan kekuatan berupa pengerahan massa untuk politik yang seringkali digunakan  oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ancaman yang berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri damenumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.

 3. Ancaman di Bidang Ekonomi

Pada saat ini ekonomi suatu negara tidak bisa berdiri sendiri. Hal tersebut merupakan bukti nyata dari pengaruh globalisasi. Dapat dikatakan, saat ini tidak ada lagi negara yang mempunyai kebijakan ekonomi yang tertutup dari pengaruh negara lainnya.

Ancaman kedaulatan Indonesia dalam bidang ekonomi, di antaranya adalah sebagai berikut:

a.       Indonesia akan kedatangan oleh barang-barang dari luar dengan adanya perdagangan bebas yang tidak mengenal adanya batas-batas negara. Hal ini mengakibatkan semakin terdesaknya barang-barang lokal terutama yang tradisional karena kalah bersaing dengan barang-barang dari luar negeri. Perekonomian negara kita akan dikuasai oleh pihak asing, seiring dengan semakin mudahnya orang asing menanamkan modalnya di Indonesia. Pada akhirnya mereka dapat menekan pemerintah atau bangsa kita. Dengan demikian bangsa kita akan dijajah secara ekonomi oleh Negara investor.

c.       Persaingan bebas akan menimbulkan adanya pelaku ekonomi yang kalah dan menang. Pihak yang menang secara leluasa memonopoli pasar, sedangkan yang kalah akan menjadi penonton yang senantiasa tertindas. Akibatnya, timbulnya kesenjangan sosial yang tajam sebagai akibat dari adanya persaingan bebas tersebut.

e.    Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya semakin ditinggalkan sehingga angka pengangguran dan kemiskinan susah dikendalikan. Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dalam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk.

 4. Ancaman di Bidang Sosial Budaya

Ancaman di bidang sosial budaya dapat dibedakan atas ancaman dari dalam dan dari luar. Ancaman dari dalam ditimbulkan oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti premanisme, separatisme, terorisme, kekerasan, dan bencana akibat perbuatan manusia. Isu tersebut akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme.

Adapun ancaman dari luar timbul sebagai akibat dari pengaruh negative globalisasi, di antaranya adalah sebagai berikut :

  1. Munculnya gaya hidup konsumtif dan selalu mengkonsumsi barang-barang dari luar negeri.
  2. Munculnya sifat hedonisme, yaitu kenikmatan pribadi dianggap sebagai suatu nilai hidup tertinggi. Hal ini membuat manusia suka memaksakan diri untuk mencapai kepuasan dan kenikmatan pribadinya tersebut, meskipun harus melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Seperti mabuk-mabukan, pergaulan bebas, foya-foya dan sebagainya.
  3. Adanya sikap individualisme, yaitu sikap selalu mementingkan diri sendiri serta memandang orang lain itu tidak ada dan tidak bermakna. Sikap seperti ini dapat menimbulkan ketidakpedulian terhadap orang lain, misalnya sikap selalu menghardik pengemis, pengamen, dan sebagainya.
  4. Munculnya gejala westernisasi, yaitu gaya hidup yang selalu berorientasi kepada budaya barat tanpa diseleksi terlebih dahulu, seperti meniru model pakain yang biasa dipakai orang-orang barat yang sebenarnya bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang berlaku, misalnya memakai rok mini, lelaki memakai anting-anting dan sebagainya.
  5. Semakin memudarnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian dan kesetiakawanan sosial.
  6. Semakin lunturnya nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Ancaman di Bidang Pertahanan dan Keamanan

Seiring dengan berjalannya waktu, proses penegakan pertahanan dan keamanan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak semudah yang dibayangkan atau semudah dalam pembicaraan yang bersifat teoritis semata. Masih adanya masalah teror dan konflik SARA yang terjadi pada suatu wilayah memiliki tujuan yang sama yaitu tidak ingin bangsa Indonesia hidup damai dan tentram. Oleh karena itu, lemahnya penerapan dan penegakan hukum dan keadilan harus terus ditingkatkan.

C. Peran Serta Masyarakat untuk Mengatasi Berbagai

Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional

Peran serta akan timbul jika kita memiliki kesadaran. Kesadaran adalah sikap yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasi hati ikhlas tanpa ada tekanan dari luar. Konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/rela tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya. Membangun kesadaran berbangsa dan bernegara kepada generasi muda merupakan hal penting karena generasi muda merupakan penerus bangsa yang tidak dapat dipisahkan dari perjalan panjang bangsa ini. Kesadaran berbangsa dan bernegara ini tidak hanya berlaku pada pemerintah saja, tetapi lebih luas menerapkan arti sadar berbangsa dan bernegara ini dalam kehidupan bermasyarakat.

Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integrasi nasional di antaranya adalah sebagai berikut. :

   1.      Tidak membeda-bedakan keberagaman misalnya pada suku, budaya, daerah dan sebagainya

2.      Menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agama yang dianutnya

3.      Membangun kesadaran akan pentingnya integrasi nasional

4.      Melakukan gotong royong dalam rangka peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

5.      Menggunakan segala fasilitas umum dengan baik

6.      Mau dan bersedia untuk berkerja sama dengan segenap lapisan atau golongan masyarakat

7.      Merawat dan memelihara lingkungan bersama-sama dengan baik

8.      Bersedia memperoleh berbagai macam pelayanan umum secara tertib.

9.      Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

10.  Mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

11.  Menjaga keamanan wilayah negara dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.

12.  Memberi kesempatan yang sama untuk merayakan hari besar keagamaan dengan aman dan nyaman

13.  Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan pemerintah

14.  Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

15.  Bersedia untuk menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.

 

                                                                        Mas’ud Atanggae

                                                                        Yakin Usaha Sampai

 

 







































kk


































































 

Rabu, 13 Januari 2021

Dinamika Penyelenggaraan Negara Dalam Konsep NKRI

 Kompetensi Dasar :

4.1.  Menganalisis dinamika penyelenggaraan negara dalam konsep NKRI dan konsep negara federal

4.2.   Menyaji hasil analisis dinamika penyelenggaraan negara dalam konsep NKRI dan konsep negara federal.

A.  KONSEP NEGARA KESATUAN DAN NEGARA FEDERAL

1. Bentuk Negara Kesatuan

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen  pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu: Sentralisasi dan Desentralisasi

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya sendiri. Keuntungan sistem sentralisasi:

  1. Adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara;
  2. Adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang berwenang membuatnya;
  3. Penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Kerugian sistem sentralisasi:

  1. Bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat kelancaran jalannya pemerintahan;
  2. Peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/ kebutuhan daerah;
  1. Daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat sehingga melemahkan sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurangnya inisiatif dari rakyat;
  2. Rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan bertanggung jawab tentang daerahnya;
  3. Keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomiswatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

Keuntungan sistem desentralisasi:

  1. Pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri;
  2. Peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri;
  3. Tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan dapat berjalan lancar;
  4. Partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat;
  5. Penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.

Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman peraturan dan kebijakan serta kemajuan pembangunan.

  1. Bentuk  Negara Federal/serikat
Keterangan; Kongres adalah cabang legislatif Pemerintah Federal AS. Kongres memiliki dua kamar, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat. DPR terdiri dari 430 anggota yang memiliki hak suara, tiap anggota itu mewakili sebuah distrik kongres dan bertugas selama dua tahun.

Negara serikat (federasi) adalah suatu Negara yang merupakan gabungan dari beberapa Negara bagian dari Negara serikat itu. Artinya, suatu negara yang merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri kemudian menggabungkan diri dalam suatu negara serikat sehingga menjadi negara bagian yang melepaskan sebagian kekuasaannya kepada negara serikat itu. Biasanya negara-negara bagian tersebut merupakan negara ruang merdeka penuh dan bedaulat penuh. Dengan menggabungkan diri kedalam suatu negara serikat, maka negara yang tadinya berdiri sendiriitu kemudian menjadi negara bagian, melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkan kepada induk negara serikat. Kekuasaan yang diserahkannya itu disebut satu demi satu atau limitatif, hanya kekuasaan yang disebutkan itulah yang diserahkan kepada negara serikat atau delegated powers.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:

  1. Tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;
  2. Tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
  3. Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.

            Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara bagian ditentukan oleh negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal kenegaraan selebihnya (residuary power).

Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal meliputi:

  1. Hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;
  2. Hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional, perang dan damai;
  3. Hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas-azas pokok hukum maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya: mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;
  4. Hal-hal tentang uang dan keuangan, biaya penyelenggaraan pemerintahan federal, misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli, matauang (moneter);
  5. Hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya: masalah pos, telekomunikasi, statistik.

Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan yang lain adalah:

  1. Cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian;
  2. Badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.

Berdasarkan kedua hal tersebut, lahirlah bermacam-macam negara serikat, antara lain:

  1. Negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal, dan kekuaasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian. Contoh negara serikat semacam itu antara lain: Amerika Serikat, Australia, RIS (1949);
  2. Negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh: Kanada dan India;
  3. Negara serikat yang memberikan  wewenang kepada mahkamah agung federal dalam menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Amerika Serikat dan Australia;
  4. Negara serikat yang memberikan kewenangan kepada parlemen federal dalam menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian. Contoh: Swiss.
B. Dinamika Penyelenggaraan Negara Dalam Konsep NKRI Dan Negara Federal

      Penyelenggaraan Negara meliputi bagaimana pemerintahan itu dijalankan oleh penyelenggara Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara pada hakikatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintahan sebagai fungsi yang ada pada Presiden. Pada dasarnya Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh lembaga-lembaga Negara secara keseluruhan. Dalam arti sempit, istilah Penyelenggaraan Negara tidak mencakup Lembagalembaga Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Sedangkan dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara mengacu pada tataran supra struktur politik (lembaga negara dan lembaga pemerintah), maupun pada tataran infrastruktur politik (organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan). Dengan demikian, yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.

                  Adapun Asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimandisebutkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 adalah: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbuakaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.

  1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
  2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
  3. Asas Kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan kolektif.
  4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperolah informasi yang benar , jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
  5. Asas Proporsoionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
  6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  7. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    1. Penyelengaraan Negara pada awal kemerdekaan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)

UUD 1945 dirancang oleh BPUPKI sebelum kemerdekaan bangsa indonesia diproklamasikan. Rancangan itu kemudian disahkan oleh PPKI menjadi kostitusi negara republik Indonesia. UUD 1945 disahkan sebagai langkah untuk menindaklanjuti proklamasi kemerdekaan RI. Begitu kemerdekaan diproklamasikan, Indonesia lahir sebagai negara. Sebagai negara, dengan sendirinya Indonesia harus memiliki konstitusi untuk mengatur kehidupan ketatanegaraannya. Untuk itu, UUD 1945 disahkan menjadi konstitusi. Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 berisi hal-hal prinsip tentang negara Indonesia. Hal-hal itu diantaranya mencakup dasar negara, tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintah, sistem pemerintahan dan pembagian kekuasaan. Dari hal-hal pokok ini, empat yang terakhir yakni : bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan.           

Menurut UUD 1945 bentuk negara Indonesia adalah kesatuan. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat (1). Dengan bentuk kesatuan,kekuasaan negara dikendalikan atau dipegang oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah daerah disebut sebagai desentralisasi. Sebagai negara kesatuan, Indonesia menggunakan dan mengembangkan sistem desentralisasi seperti yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945. Setiap daerah bersifat otonom, yakni memiliki wewenang untuk mengatur urusannya sendiri. Tetapi, hal ini menyangkut masalah administrasi belaka, serta tidak menjadikan daerah sebagai “ negara” yang tersendiri. Di dalam wilayahnya Indonesia tidak akan memiliki daerah yang bersifat staat (negara)-tidak akan ada “negara” didalam negara.

Daerah-daerah Indonesia dibagi kedalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil yang masing-masing memiliki otonomi. Pembagian atas daerah-daerah otonomi ini dilakukan dengan undang-undang. Di setiap daerah ang bersifat otonom dibentuk badan perwakilan/permusyawaratan rakyat 

Implementasi negara kesatuan dan negara federal

Pilihan bentuk negara sangat ditentukan oleh tujuan bangsa dan kondisi dari  bangsa itu sendiri.  Tidak bisa meniru apa yang dilakukan oleh  negara lain. Pilihan bentuk negara yang cocok bagi bangsa Indonesia, bukan karena meniru USA, Jepang atau negara-negara lain, tetapi karena cocok dengan tujuan didirikannya  negara  Indonesia, dan sesuai dengan kondisi bangsaemerintahan daerah pun akan menjalankan prinsip permusyawaratan (musyawarah) yang demokratis.

Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dengan bentuk republik, kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh Presiden.  Presiden  merupakan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Presiden memperoleh kekuasaan tersebut karena dipilih oleh rakyat melalui tata cara tertentu berdasarkan undang-undang. Untuk pertama pada awal pembentukan negara setelah merdeka, presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR, sebagai lembaga pemilih dan pengangkat presiden, ketika itu belum terbentuk. Pembentukan MPR belum dapat dilakukan karena pemilihan umum (pemilu) untuk memilih para anggota MPR belum dapat diselenggarakan.

Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan kabinet presidensial. Menurut sistem ini, presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR. Tetapi, akibat keadaan transisi (masa peralihan) yang cenderung bersifat darurat, penyelenggaraan negara dengan ketentuan seperti itu belum dapat sepenuhnya dilakukan. Pada saat itu, kekuasaan presiden dapat dikatakan sangat luas. Menurut pasal IV Aturan Peralihan, selain menjalankan kekuasaan eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR. Selain presiden dan wakil presiden saat itu hanya ada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berkedudukan sebagai pembantu presiden. Praktis presiden menjalankan kekuasaan yang seluas-luasnya tanpa diimbangi dan diawasi lembaga negara lainnya. Ketentuan pasal IV Aturan Peralihan tersebut menimbulkan kesan bahwa kekuasaan presiden mutlak atau tak terbatas (absolut). Hal ini kiranya perlu di netralisasi maka, kemudian dikeluarkan maklumat Wakil Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945, yang isinya memberikan kewenangan kepada KNIP untyk memegang kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).

Pada masa awal kemerdekaan, ketentuan-ketentuan yang dinamakan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan oleh belum lengkapnya lembaga-lembaga negara seperti yang dikehendaki dalam UUD 1945. Pada masa itu belum ada lembaga-lembaga negara yang berhubungan langsung dengan Presiden, seperti MPR, DPR, dan DPA.

Untuk menjalankan pemerintahan negara sebagaimana mestinya maka digunakanlah ketentuan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, yang menyatakan bahwa: Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan sebuah komite nasional.

Berdasarkan pasal tersebut, jelaslah bahwa kekuasaan Presiden sangat luas, yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif bahkan berwenang melaksanakan tugas-tugas MPR. Pada masa itu kekuasaan Presiden seolah-olah “diktator” karena tidak ada lembaga negara lain yang mengimbangi kekuasaan Presiden.

Komite Nasional Indonesia Pusat yang dipilih tanggal 29 Agustus 1945 berkedudukan hanya sebagai pembantu Presiden. Hal ini berarti KNIP tidak dapat mengekang kekuasaan Presiden dan tidak dapat melaksanakan tugas-tugas DPR atau MPR. Demikian pula wakil Presiden (yang dipilih tanggal 18 Agustus 1945), dan para Menteri (yang dilantik 2 September 1945) semuanya berkedudukan sebagai pembantu Presiden.

Untuk mengurangi kekuasaan Presiden yang sangat luas tersebut, pada tanggal 16 Oktober 1945 wakil Presiden atas usul KNIP mengeluarkan maklumat nomor X yang menetapkan bahwa: “Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN”. Selain itu, maklumat juga menentukan bahwa KNIP, berhubungan dengan gentingnya keadaan mendelegasikan kekuasaannya kepada sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada KNIP.

Dengan keluarnya maklumat tersebut, maka kedudukan KNIP yang asalnya sebagai pembantu Presiden berdasarkan pasal IV aturan peralihan berubah menjadi lembaga legislatif dan bahkan mempunyai wewenang untuk ikut menetapkan GBHN. Hal ini berarti KNIP merupakan “partner” Presiden dalam menetapkan Undang-Undang dan GBHN. Sebaliknya, dengan keluarnya maklumat wakil Presiden No. X, kekuasaan Presiden yang sangat luas itu menjadi berkurang.Pada tanggal 11 November 1945, BA dan Pekerja mengusulkan kepada Presiden supaya adanya sistem pertanggungjawaban menteri-menteri kepada parlemen yaitu KNIP, dengan alasan antara lain untuk memberlakukan kedaulatan rakyat. Usul Badan Pekerja tersebut diterima baik oleh Presiden.

  1. Penyelenggaraan Negara pada masa berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

Sejak akhir tahun 1949 terjadi pergantian konstitusi di Indonesia. Hal ini terkait dengan situasi politik dalam negeri Indonesia yang sedikit terguncang akibat agresi dan campur tangan Belanda. Setelah Indonesia memproklamasirkan kemerdekaan, Belanda datang ke Indonesia untuk kembali menjajah dan menguasai Indonesia. Oleh sebab itu,  dalam kurun waktu 1945-1949 Indonesia harus berperang melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Selama itu, selain terlibat dalam berbagai pertempuran, Indonesia dan Belanda juga terlibat perundingan damai. Melalui perundingan-perundingan itu akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Indonesia diubah menjadi negara federal atau serikat. Nama Republik Indonesia berganti menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan sebagai undang-undang dasar negara digunakan Konstitusi RIS. Konstitusi ini dibuat pada tahun 1949 sehingga lazim disebut Konstitusi RIS 1949. Sebenarnya Konstitusi RIS 1949 bersifat sementara saja. Menurut salah satu pasal dalam konstitusi ini yakni pasal 186 akan dibentuk konstitusi permanen atau tetap untuk menggantikan Konstitusi RIS 1949. Konstitusi tetap ini akan dibentuk oleh Konstituante, yakni lembaga khusus pembuat konstitusi. Konstitusi RIS 1949 diberlakukan sejak tanggal 27 desember 1949. Pasal yang terdapat dalam konstitusi ini berjumlah 197 buah.

Berdasarakan Konstitusi RIS 1949, negara Indonesia berbentuk serikat atau federal. Ketentuan ini tercantum dalam pasal 1 ayat (1) konstitusi tersebut. Ketentuan ini bertolak belakang dengan ketentuan tentang bentuk negara yang diamanatkan UUD 1945, yang menyatakan Indonesia sebagai negara yang berbentuk kesatuan. Pada prinsipnya negara serikat atau federal adalah negara yang terbagi-bagi atas berbagai negara bagian. Begitu juga dengan yang dialami oleh Indonesia setelah menjadi negara serikat. Sebagai negara serikat, Indonesia terbelah-belah menjadi beberapa bagian, yakni menjadi tujuh negara bagian dan sembilan satuan kenegaraan.  Ketujuh negara bagian itu adalah :

  1. Negara Republik Indonesia
  2. Negara Indonesia Timur
  3. Negara Pasundan (termasuk Distrik Federal Jakarta)
  4. Negara Jawa Timur
  5. Negara Madura
  6. Negara Sumatra Timur
  7. Negara Sumatra Selatan

Pemerintahan negara RIS berbentuk Republik. Pemerintahan terdiri atas presiden dan kabinet. Adapun kedaulatan negara dipegang oleh presiden, kabinet, DPR, dan senat. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) Konstitusi RIS. Dalam pemerintahan negara RIS terdapat alat perlengkapan federal berupa presiden, menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Pemerintahan RIS menganut sistem kabinet parlementer, artinya kebijakan dan tanggung jawab kekuasaan pemerintah berada ditangan menteri baik secara bersama maupun individual. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada parlemen (DPR).

1.   Penyelenggaran Negara pada masa berlakunya UUDS 1950

Berubahnya Indonesia menjadi negara serikat yang terbagi-bagi kedalam negara atau daerah bagian menimbulkan banyak ketidakpuasan dikalangan rakyat Indonesia. Apalagi kemudian diyakini dan disadari bahwa pembentukan negara bagian lewat RIS merupakan bagian dari upaya belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia. Karena itu, keinginan untuk membubarkan negara bagian atau daerah bagian serta hasrat untuk kembali menggabungkan diri menjadi Republik Indonesia yang bersatu mincul dimana-mana. Rakyat dari berbagai daerah menyatakan ketidaksetujuannya lagi dengan bentuk negara serikat. Maka, untuk memenuhi tuntutan tersebut melalui sebuah kesepakatan pemerintah RI dan pemerintah RIS pada 19 mei 1950 dibuat Piagam Persetujuan. Kedua pemerintah sepakat membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur dengan konstitusi hasil pengubahan konstitusi RIS 1949 yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip pokok dalam UUD 1945. Lewat panitia gabungan antara pemerintah RI dan pemerintah RIS akhirnya dihasilkan sebuah rancangan undang-undang dasar. Rancangan ini diajukan kepada pemerintah RIS dan kemudian disetujui sebagai undang-undang dasar. Walaupun sudah disetujui dan dinyatakan berlaku, undang-undang dasar tersebut masih bersifat sementara sehingga kemudian populer disebut sebagai Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Oleh karena itu, UUDS 1950 bersifat sementara , selanjutnya akan dirancang suatu konstitusi tetap bagi negara Indonesia yang bersatu. Untuk itu akan dibentuk lembaga khusus yang ditugaskan untuk membuat konstitusi. Lembaga khusus itu kemudian diberi nama Konstituante dan dijadikan salah satu bab yang diatur dalam UUDS 1950. Para anggota Konstituante akan dipilih melalui pemilu. UUDS 1950 diberlakukan sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS 1950 berisi enam bab.

1.      Kembali ke UUD 1945

Pembentukan konstitusi yang permanen sebagai pengganti UUDS 1950 ternyata tidak berjalan seperti yang direncanakan. Badan Konstituante yang sudah terbentuk lewat pemilu 15 desember 1995 tidak dapat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Badan yang diandalkan dapat menghasilkan konstitusi baru yang tetap ini sejak dilantik tahun 1956 hingga dua tahun kemudian, yakni tahun 1958, tidak menghasilkan keputusan apa pun mengenai konstitusi. Dalam setiap sidangnya, para anggota Konstituante selalu terlibat perdebatan panjang dan berlarut-larut sehingga keputusan untuk menghasilkan rancangan konstitusi selalu menemui jalan buntu. Masalah pokok yang menjadi bahan perdebatan alot dan sulit diputuskan terutama adalah menyangkut penentuan dasar negara.  Keadaan ini berlangsung hingga sekitar dua tahun, sementara di beberapa daerah mulai muncul berbagai pemberontakan terhadap pemerintah. Untuk mengatasi keadaan ini, Presiden Soekarno mengusulkan kepada Konstituante agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 saja sebagai konstitus. Untuk menyikapi usul ini Konstituante melakukan pemungutan suara. Namun, pemungutan suara yang dilakuakan sampai tiga kali gagal menghasilkan keputusan. Kondisi konstituante sendiri kemudian makin tidak menentu setelah banyak di antara para anggota nya menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang-sidang Konstituante. Keadaan tersebut dipandang sangat merugikan dan membahayakan. Kemacetan yang dibuat Konstituante dan pemberontakan di beberapa daerah dianggap dapat menjerumuskan Indonesia ke jurang perpecahan dan kehancuran. Oleh sebab itu, presiden sebagai kepala negara kemudian membuat keputusan drastis yang kontroversial. Dengan pertimbangan untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 15 juli 1959, Presiden Soekarno menegluarkan sebuah dekret. Dekret ini berisi tiga hal, yakni (1) membubarkan Konstituante, (2) memberlakukan kembali UUD 1945, dan (3) membentuk MPRS dan DPAS (Dewan Pertimbangan agung Sementara) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dekret ini kemudisn dikenal sebagai Dekret 5 juli 1959 dan dengan dikeluarnya dekret ini, dengan sendirinya UUD 1945 kembali menjadi konstitusi resmi negara Indonesia. Semua tatanan kenegaraan pun harus disesuaikan kembali dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUD 1945.

2. Penyelenggaraan Negara sebelum amandemen UUD 1945

Penjelasan UUD 1945 menguraikan dengan jelas sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang dianut oleh Undang-Undang Dasar tersebut. Dalam penjelasan itu diuraikan tentang sistem pemerintahan negara yang terdiri dari tujuh prinsip pokok, yaitu sebagai berikut:

Prinsip negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) bukan atas kekuasaan belaka (machtstaat) dan prinsip sistem konstitusinal (berdasarkan atas konstitusi) tidak berdasar atas absolutisme. Kedua prinsip ini ditegaskan dalam bagian penjelasan Undang-Undang Dasar itu, tapi tidak tergambar dengan jelas dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum perubahan. Prinsip negara hukum seharusnya mengandung tiga prinsip pokok, yaitu adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka, penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kekuasaan dijalankan berdasarkan atas prinsip due process of law. Ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak diatur secara tegas dan rinci dalam pasal-pasal UUD 1945. Pengaturan hak asasi manusia sangat minim yaitu hanya dalam Pasal 28 dan 29 ayat 2, sedangkan Pasal 27, 30 ayat 1 dan 31 ayat 1 yang mengatur tentang hak-hak warga negara. Demikian juga dengan sistem konstitusional. Tidak tergambar dengan jelas pembatasan-pembatasan kekuasaan antara lembaga negara, bahkan memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) suatu kekuasaan yang tidak terbatas.

Prinsip selanjutnya adalah kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Penjelasan UUD 1945 menerangkan bahwa kedaulatan dipegang oleh suatu badan bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan UUD dan Garis-garis Besar Haluan Negara (pasal 3), mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Presiden (pasal 7). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedangkan Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis bertunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis. Ia adalah mandataris dari Majelis. Presiden tidak “neben” tetapi “untergeordnet” kepada Majelis.

Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) tidak mengatur secara rinci mengenai badan negara yang “ super power” ini, terutama struktur dan susunan keanggotaannya termasuk bagaimana mekanisme pengisian anggotanya, dan hubungannya dengan badan-badan negara lainnya. Para perumus UUD 1945, nampaknya sengaja tidak mengatur secara rinci ketentuan-ketentuan UUD 1945 ini, karena pada saat itu UUD 1945 dimaksudkan sebagai Undang-Undang Dasar yang supel, dinamis dan hal-hal yang rinci diserahkan pada semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan, yaitu sesuai dengan keadaan negara baru yang dinamis. Lagi pula UUD 1945 dibuat pada saat revolusi yang terus bisa berubah.

Dalam praktek ketatanegaraan kita, badan ini pernah menetapkan Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup, mengangkat Presiden secara terus menerus sampai tujuh kali berturut-turut (Soeharto), dua kali memberhentikan Presiden (Soekarno dan Abdurrahman Wahid), satu kali meminta Presiden mundur (Soeharto), dan satu kali tidak memperpanjang masa jabatan Presiden (B.J. Habibie). Tidak ada suatu lembaga negara yang dapat membatasi kekuasaan dan tindakan badan ini (MPR), kecuali MPR itu sendiri yang dapat membatasi dirinya. Hanya gerakan rakyat dalam suatu revolusilah yang dapat mempengaruhi kekuasaan MPR. Itulah yang terjadi pada tahun 1966-1967 dan tahun 1998. Siapa yang dapat menguasai MPR, ia telah menguasai kekuasaan negara, demikian juga sebaliknya. Hal ini dirasakan oleh seluruh Presiden kita selama berlakunya Undang-Undang Dasar ini. Ada Presiden yang diberi kekuasaan seumur hidup (Soekarno), hampir seumur hidup (Soeharto), Presiden yang diberhentikan dengan penuh gejolak (Soekarno dan Abdurrahman Wahid), memegang kekuasaan yang sangat pendek yaitu B.J.Habibie dan Abdurrahman Wahid.

Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, badan negara yang paling mungkin dapat mempengaruhi MPR ini adalah Presiden, karena Presiden memiliki banyak kekuasaan yang diatur secara tegas dalam UUD 1945. Dengan dasar inilah Soerkarno pernah sangat berpengaruh terhadap MPR, karena anggota-anggota diangkat dan ditetapkan oleh Presiden. Demikian juga masa Soeharto, pernah sangat menguasai badan ini, dimana setengah dari anggota MPR diangkat oleh Presiden. Dalam kondisi yang demikian Presiden tinggal mempengaruhi anggota MPR yang berasal dari DPR yaitu partai politik peserta pemilu, dan pada saat pemerintahan Orde Baru, Presiden menguasai Golkar. Dengan demikian lengkaplah kekuasaan Presiden menguasai MPR, karena itu apapun yang dikehendaki Presiden tidak kuasa untuk ditolak oleh MPR. MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara (TAP MPR No. III/1978), sedangkan lembaga negara yang lainnya adalah merupakan Lembaga Tinggi Negara dan Presiden memegang posisi sentral karena dialah mandataris MPR. Dengan cara berfikir yang demikianlah lembaga-lembaga negara yang lain melapor setiap tahun seperti pada periode 1999-2004. Prinsip selanjutnya, Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah Majelis. Penjelasan UUD 1945 menguraikan bahwa di bawah MPR, Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dalam menjalankan pemerintahan negara. Kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the presiden). Presiden adalah mandataris MPR, dia tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.

3. Penyelenggaraan Negara sesudah amandemen UUD 1945

Perubahan UUD 1945 mempertegas prinsip negara hukum dan mencantumkannya pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang.

Jaminan atas kekuasaan kehakiman yang merdeka ini tercermin dalam pemberian wewenang yang tegas dalam pasal-pasal UUD 1945 dan mekanisme pengangkatan hakim agung yang dilakukan melalui mekanisme saling kontrol antara Komisi Yudisial, DPR, Presiden serta Mahkamah Agung, serta pengangkatan Hakim Konstitusi yang berjumlah 9 orang masing-masing 3 orang yang ditunjuk DPR, Presiden dan Mahkamah Agung. Hak asasi manusia diatur sangat lengkap dalam Undang-Undang Dasar ini dalam Bab tersendiri, yaitu Bab XA yang terdiri atas 10 pasal dan 24 ayat (bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya terdiri 2 pasal dan 1 ayat). Pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia baik bagi setiap warga negara maupun setiap orang yang berada dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Implikasi yang diharapkan dari pengaturan mengenai kekuasaan kehakiman dan hak asasi manusia dalam UUD 1945 ini adalah berjalannya pemerintahan yang berdasar atas prinsip due process of law, yaitu setiap tindakan dan kebijakan pemerintah harus berdasarkan atas ketentuan hukum. Tidak ada kebijakan yang boleh keluar dari hukum yang berlaku. Setiap kebijakan negara dan pemerintah dapat digugat oleh setiap orang atau warga negara manakala terjadi penyimpangan atau pelanggaran hukum terhadap hak-hak warga negara yang dijamin konstitusi.

4.1.1 Sistem Konstitusional Berdasarkan Check and Balances

Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh Undang-Undang Dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.

Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar Undang-Undang Dasar yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya melalui pemilihan umum. Sistem yang dibangun berdasarkan perubahan ini adalah mempertegas dan merumuskan secara lebih jelas “ Sistem Konstitusional” yang telah disebutkan dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, yaitu penyelenggaraan kekuasaan negara berdasar konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Kewenangan dan kekuasaan masing-masing lembaga negara diatur dan dirinci sedemikian rupa dan saling mengimbangi dan membatasi antara satu dengan yang lainnya berdasar ketentuan Undang-Undang Dasar. Inilah yang disebut sistem “check and balances” (perimbangan kekuasaan). Bahkan setiap warga negara dapat menggugat negara melalui organ negara yang bernama Mahkamah Konstitusi manakala ada tindakan negara yang melanggar hak-hak konstitusionalnya yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar.

Sistem ini tetap dalam frame sistem Pemerintahan Presidensial, bahkan mempertegas Sistem Presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada Parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.

C.    Otonomi daerah dalam konsep NKRI dan konsep Negara Federal

1.      Kekuasaan pemerintah daerah dalam konsep NKRI

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah. Pemerintah daerah sebagai lembaga unsur penyelenggara pemerintahan daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut Bupati, dan kota disebut Walikota. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah, dibantu oleh perangkat daerah yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah, serta untuk kabupaten kota termasuk kecamatan dan kelurahan.

Bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian peran pemerintah daerah adalah segala sesuatuyang dilakukan dalam bentuk cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Juga sebagai daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.

Selain itu, pemerintah daerah juga berperan dimaksutkan dalam rangka melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan sebagai wakil pemerintah di daerah otonom, yaituuntuk melakukan :

1.      Desentralisasi.

2.      Dekonsentrasi.

3.      Tugas pembantuan.

Efisiensi dan keefektifan penyelenggaran pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keberagaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelanggaraan pemerintahan daerah.

2. Pemerintahan Daerah dalam konsep Negara Federal

Negara Federal, adalah negara yang model hubungan antara pusat dan daerah didasarkan pada dualisme kekuasaan. Namun kekuasaan yang paling awal adalah keuasaan dari daerah. Dalam negara federal, pemerintah pusat pada dasarnya adalah bentukan kesepakatan dari daerah-daerah. Dalam arti bahwa, kekuasaan pusat bukanlah kekuasaan yang hakiki, melainkan merupakan pemberian atau residu dari kekuasaan daerah. Dalam negara federal juga tidak dikenal adanya istilah daerah untuk sebuah wilayah kekuasaan khusus, melainkan disebut dengan negara bagian..

Dalam sistem negara federal, posisi negara bagian setingkat dengan posisi daerah dalam negara kesatuan, akan tetapi yang berbeda adalah hanya pada persoalan kewenangannya dan kemandiriannya. Tapi negara bagian tidak bisa membuat sebuah hubungan eksternal dengan negara lain. Hal itu dilakukan oleh pemerintahan federal yang merupakan penanggung jawab secara keseluruhan dari negara-negara bagian yang terdapat didalamnya. Negara bagian dalam negara federal bukanlah sebuah negara berdaulat pada awalnya. Dan hanya menadapatkan kedaulatannya ketika menggabungkan diri dalam pemerintahan federal. Maka keputusan negara federal mengikat seluruh warga negara. Contoh negara federal adalah Amerika.

3. Otonomi daerah dalam bingkai NKRI

Landasan konstitusional penyelenggaraan pemerintah daerah adalah UUD 1945 pasal 18, 18A, dan 18B. Pengaturan ini berdasarkan hasil amandemen kedua. Kemudian dilengkapi dengan UU organik lainnya, yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya, Pemerintahan Daerah menggunakan UU Nomor 22 tahun 1999. Dalam pasal 132 ayat 2 UU ini dinyatakan bahwa pelaksanaan UU tentang Pemerintahan Daerah akan berlaku efektif selambat-lambatnya 2 tahun sejak ditetapkan. Jadi, UU ini baru berlaku pada taggal 7 Mei 2001. Akan tetapi, Tap MPR No. IV/MPR/2000 memberi rekomendasi kepada daerah yang telah siap untuk memulainya pada tanggal 1 Januari 2001.

Pokok-pokok yang terkandung dalam UU No. 32 tahun 2004 antara lain menyebutkan bahwa:

  1. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan RI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
  2. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adlah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  4. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  5. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.
  6. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
  7. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
  8. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat I dan II , seiring dengan pelimpahan wewenang pemeintah pusat dapat dekelompokkan dalam lima bidang yaitu :

1. Implementasi Dalam Pembinaan Wilayah.

a. Pelaksanaan otonomi daerah tidak menghilangkan tugas, peran dan tanggungjawab  pemerintah pusat. Otonomi tidak dirancang agar suatu daerah tidak memiliki sifat-sfat seperti negara . Pemerintah pusat dalam rangka otonomi masih melakukan pembinaan wilayah dengan mengelola dan mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah untuk didayagunakan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.  

b. Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-tugas pemerintah  pusat kepada pemerintah daerah. Pada prinsipnya , pembinaan wilayah diserahkan kepada daerah untuk mengelola sumber daya yang potensial untuk kesejahteraan daerah dan dalam Negara kesatuan , tugas pemerintah pusat adalah melakukan pengawasan .

c. Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum yaitu  penyelenggaraan pemerintah pusat ke daerah , memfasilitasi dan mengakomodasi kebijakan daerah , menjaga keselarasan pusat dan daerah , menciptakan ketentraman dan ketertiban umum , menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah dan menjalankan kewenangan lain.

d.Pejabat Pembina wilayah dilaksanakan oleh kepala daerah yang menjalankan dua macam urusan pemerintahan yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.

D. Implementasi Negara Kesatuan dan negara federal

Pilihan bentuk negara sangat ditentukan oleh tujuan bangsa dan kondisi dari  bangsa itu sendiri.  Tidak bisa meniru apa yang dilakukan oleh  negara lain. Pilihan bentuk negara yang cocok bagi bangsa Indonesia, bukan karena meniru USA, Jepang atau negara-negara lain, tetapi karena cocok dengan tujuan didirikannya  negara  Indonesia, dan sesuai dengan kondisi bangsa 

Indonesia.Untuk bisa meyakinkan pilihan bentuk negara yang cocok dengan kondisi bangsa Indonesia, maka diperlukan perbandingan keunggulan dan kekurangan dari masing-masing konsep bentuk negara. Perbandingan ini tentunya dikaitkan dengan implikasinya terhadap kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

1.      Keunggulan dan Kerugian  Bentuk Negara Kesatuan

Keunggulan secara teori
Keunggulan konsep  negara Kesatuan secara teori:

a)      Semua urusan dikendalikan pusat sehingga diharapkan  bisa terjadi pemerataan di berbagai bidang di seluruh wilayah Indonesia;

b)      Kualitas tokoh nasional lebih bermutu karena seleksinya dilakukan secara nasional;

c)      Biaya demokrasi lebih murah;

d)      Kepemimpinan pusat dan daerah dalam ”satu komando” sehingga koordinasi lebih mudah;

e)      Biaya kegiatan perekonomian lebih murah sehingga bisa  meningkatkan daya saing bangsa;

f)       Kesejahteraan rakyat diharapkan lebih merata karena daerah yang minus akan dibantu pemerintahan pusat;

g)      Korupsi lebih bisa dikendalikan  karena daerah tidak bersifat otonom;

h)      Konflik masyarakat karena pemilihan  pejabat bisa diminimalkan

Kerugian berdasarkan fakta

Kerugian konsep negara kesatuan berdasarkan fakta nangan daerah  dibatasi kepentingan pusat;

Implementasi yang salah mengakibatkan pemerataan pembangunan tidak terjadi, kualitas pemimpin nasional buruk, biaya hidup di luar Jawa tinggi;

c)      Daerah kurang ditonjolkan karena yang diutamakan adalah ke-Indonesiaan.

2.      Keunggulan dan Kerugian Bentuk Negara Federal
Keunggulan secara teori

Keunggulan konsep negara federal secara teori:

a)      Kewenangan pejabat daerah lebih luas sehingga diharapkan lebih kreatif;

b)      Tokoh daerah  di tingkat nasional  merata berasal dari seluruh daerah walaupun sebenarnya ada yang tidak berkualitas;

c)      Daerah yang memiliki potensi alam yang  baik bisa lebih cepat berkembang .

Kerugian berdasarkan fakta
Kerugian konsep negara federal berdasarkan fakta:

a)      Tidak semua bidang dikendalikan pusat sehingga bisa terjadi kesenjangan  dalam bidang yang urusannya diserahkan kepada daerah, misalkan: pendidikan, kesehatan, dll;

b)      Kualitas tokoh nasional   tidak terjamin karena yang diutamakan merupakan perwakilan daerah;

c)      Biaya demokrasi mahal karena pemilihan pejabat dilakukan berkali-kali;

d)     Kepemimpinan pusat dan daerah bisa tidak sejalan karena merasa memiliki kepentingan masing-masing;

e)      Biaya kegiatan perekonomian menjadi  tinggi karena pejabat daerah menjadi “raja-raja kecil”;

f)       Kesejahteraan rakyat bisa tidak merata sehingga terbentuk kelompok daerah kaya, sedang, dan miskin;

g)      Korupsi semakin meningkat, baik pelaku  maupun jumlah nilai uang yang dikorupsi;

h)      Seringkali ketidak-puasan terhadap apa yang terjadi di daerah disikapi dengan amuk massa yang akibatnya merusak kesinambungan kerja bangsa, dan anggaran negara terkuras untuk merenovasi akibat kerusakan yang terjadi.

Berdasarkan perbandingan tersebut, dilihat dari sisi manfaatnya untuk seluruh rakyat Indonesia, maka secara teori konsep bentuk negara kesatuan lebih unggul dibanding dengan bentuk negara federal. Kalau selama ini berdasarkan realitanya bahwa konsep negara kesatuan tidak seperti yang diteorikan berarti ada implementasi pelaksanaannya yang salah. Karena itu implementasi yang tidak benar inilah yang seharusnya diluruskan, misal: konsep pemerataan yang tidak jalan, rekrutmen kepemimpinan bangsa yang tidak profesional, kebijakan negara yang mendukung konsep NKRI tidak jelas, dll. Sedangkan pilihan bentuk negara federal jelas-jelas akan merugikan, karena secara teori tidak berorientasi pada pemerataan kesejahteraan  di seluruh wilayah Indonesia, tetapi mengutamakan kesuksesan suatu daerah yang  berpotensi.  Kalaupun negara USA itu memilih bentuk negara federal,  karena mereka tidak mungkin memilih bentuk negara  kesatuan. Negara federal itu biasanya merupakan gabungan  dari negara-negara kecil yang sebenarnya sudah memiliki pemerintahan. Dengan demikian seharusnya Indonesia lebih beruntung,  karena kondisi bangsa saat itu memungkinkan Indonesia membentuk negara kesatuan. Dimana secara teori, kalau negara ini dimanajemeni dengan benar, maka ke depannya akan bisa membuat Indonesia lebih unggul dibandingkan USA dan ada harapan bisa menyusul Cina. Apalagi pernah terdengar isu pemisahan terhadap beberapa negara bagian di USA setelah Obama terpilih yang kedua kalinya, walaupun kemudian  itu tidak terbukti. Tetapi Unisovyet, Yugoslavia telah mengalaminya. Jadi pilihan bentuk negara kesatuan perlu dipertahankan, dan bentuk penyimpangan terhadap konsep NKRI-lah yang  harus diluruskan, jika benar-benar di Indonesia ini menghendaki adanya pemerataan kesejahteraan, baik pemerataan kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia maupun pemerataan kesejahteraan antar daerahnya. Bukan hanya kesejahteraan wilayah tertentu, ataupun kesejahteraan para pemimpin daerahnya

 Yakin Usaha Sampai

Atanggae